Minggu, 30 Desember 2007

manusia jenis apakah anda???

Manusia jenis apakah anda ?

Berdasarkan sejarah dunia menyatakan bahwa Tuhan menciptakan manusia dalam 2 jenis, yaitu :

1. Otak.

Manusia jenis ini selalu menyelesaikan masalahnya di dunia dengan menggunakan otaknya / akal sehat secara maksimal walaupun itu sangat sulit bagi dirinya.

2. Otot.

Manusia jenis ini selalu saja menyelesaikan masalahnya dengan kekerasan, egoisme dan anarkis meskipun itu salah mereka tetap menganggapnya sebagai sebuah pembenaran.

Anda mau melihat dimana para manusia jenis ini....anda mau bukti..... lihatlah para pendemo di negara kita atau negara lain, akan terlihat jelas mana yang diciptakan manusia jenis otak atau manusia jenis otot.

Senin, 24 Desember 2007

SENGKETA INTERNASIONAL

SENGKETA INTERNASIONAL
oleh E.A Setyawan


A. SENGKETA INTERNASIONAL

Persengketaan bisa terjadi karena :
1. Kesalahpahaman tentang suatu hal.
2. Salah satu pihak sengaja melanggar hak / kepentingan negara lain.
3. Dua negara berselisih pendirian tentang suatu hal.
4. Pelanggaran hukum / perjanjian internasional.

Contoh sebab timbulnya sengketa internasional yang sangat potensial terjadinya perang terbuka :
1. Segi Politis (adanya pakta pertahanan / pakta perdamaian).
Pasca Perang Dunia II (1945) muncul dua kekuatan besar yaitu Blok Barat (NATO pimpinan AS) dan Blok Timur (PAKTA WARSAWA pimpinan Uni Soviet). Mereka bersaing berebut pengaruh di bidang Ideologi, Ekonomi, dan Persenjataan. Akibatnya sering terjadi konflik di berbagai negara, missalnya Krisis Kuba, Perang Korea (Korea Utara didukung Blok Timur dan Korea Selatan didukung Blok Barat), Perang Vietnam dll.
2. Batas Wilayah.
Suatu Negara berbatasan dengan wilayah Negara lain. Kadang antar Negara terjadi ketidak sepakatan tentang batas wilayah masing – masing. Misalnya Indonesia dengan Malaysia tentang Pulau Sipadan dan Ligitan (Kalimantan). Sengketa ini diserahkan kepada Mahkamah Internasional dan pada tahun 2003 sengketa itu dimenangkan oleh Malaysia.
Dengan runtuhnya Blok Timur dengan ditandai runtuhnya Tembok Berlin tahun 1989 maka AS muncul sebagai kekuatan besar (Negara Adikuasa). Sehingga cenderung membawa dunia dalam tatanan yang bersifat UNIPOLAR artinya AS bertindak sebagai satu – satunya kekuatan yang mengendalikan sebagian besar persoalan di dunia. Akibatnya cenderung muncul sengketa di dunia internasional.

B. PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

Cara penyelesaian sengketa internasioal (secara umum) :
1. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai.
a. Melalui Pengadilan.
1) Arbitrase Internasional.
: Cara penyelesaian sengketa dengan mengajukan sengketa kepada orang – orang
tertentu yang dipilih secara bebas oleh pihak – pihak yang bersengketa.
Arbitror : Orang yang dipilih untuk memutuskan sengketa.
2) Peradilan Internasional.
: Penyelesaian masalah dengan penerapan hokum oleh badan peradilan internasiona.
Biasa diselenggarakan oleh Mahkamah Internasional.

b. Tidak Melalui / di luar Pengadilan.
1) Rujuk.
:Penyelesaian sengketa melalui usaha penyesuian pendapat antara pihak yang
bersengketa secara kekeluargaan. Rujuk dapat dilakukan dengan cara :
a) Negosiasi.
b) Mediasi / perantara.
c) Konsiliasi.
d) Bantuan panitia penyelidikan.
Tugas Panitia Penyelidikan: Menyelidiki kepastian peristiwa dan kemudian
menyiapkan penyelesaian yang disepakati.
2) Penyelesaian Sengketa di bawah Pengawasan PBB.
Peranan PBB dalam penyelesaian sengketa secara damai dapat dilakukan secara :
a) Politik : dilakukan oleh Majelis Umum dan Dewan Keamanan.
MU PBB menangani sengketa dengan jalan memberikan rekomendasi kepada Negara yang bersengketa tentang tindakan yang diperlukan untuk menyelesaikan sengketa secara damai demi terwujudnya kesejahteraan dan persahabatan.
v DK PBB menangani segketa yang membahayakan perdamaian dan keamanan internasional, peristiwa yang mengancam perdamaian, melanggar perdamaian, tindakan penyerangan (agresi).
b) Hukum : dilakukan oleh Mahkamah Internasional (Peradilan).
Penyelesaian Sengketa Internasional secara Kekerasan.
a. Blokade.
: Mengepung wilayah untuk memutuskan hubungan wilayah itu dengan pihak luar. Contoh pengepungan kota / pelabuhan.
Ada 2 macam Blokade :
1) Blokade masa damai
: akibat hukumnya Negara yang memblokade tidak berhak menangkap kapal Negara ke tiga yang melanggar blockade itu.
2) Blokade masa perang
: akibat hukumnya Negara yang memblokade berhak memeriksa kapal Negara netral / Negara ke tiga.
b. Reprisal.
: Pembalasan yang dilakukan oleh Negara terhadap tindakan yang melanggar hokum dari Negara lawan dalam suatu pertikaian.
Ada 2 macam reprisal :
1) Reprisal di masa damai
: dapat dibenarkan jika Negara yang dikenai perbuatan reprisal bersalah melakukan kejahatan internasional. Contohnya pemboikotan barang, embargo, demonstrasi angkutan laut.




2) Reprisal di masa perang
: perbuatan pembalasan antara pihak yang berperang dengan tujuan memaksa pihak lawan untuk menghentikan perbuatannya yang melanggar hokum perang.
Retorasi.
: Pembalasan yang dilakukan oleh Negara terhadap tindakan yang tidak pantas dari Negara lain. Contohnya pengetatan hubungan diplomatic, penghapusan hak istimewa diplomatic.
Pertikaian Senjata (Perang).
: Pertentangan yang disertai penggunaan kekerasan dengan tujuan menundukkan lawan dan menetapkan pernyataan damai secara sepihak.

C. HIDUP BERDAMPINGAN SECARA DAMAI BERDASAR PERSAMAAN DERAJAT.
Prinsip hidup berdampingan secara damai telah dirintis dalam KAA I di Bandung tanggal 18-24 April 1955 menghasilkan salah satu hal penting yaitu prinsip – prinsip hubungan internasional dalam rangka memelihara dan memajukan perdamaian dunia. Prinsip – prinsip itu dikenal dengan 10 Dasa Sila Bandung. Maka dapat dikatakan bahwa setelah KAA, penghargaan dan pengakuan HAM semakin meningkat.
Hidup berdampingan secara damai berarti adanya kerja sama maka kerja sama antar berbagai pihak dapat terlaksana karena factor:
Ada persamaan / tujuan.
Ada ikatan moral yang bulat antara sesama anggota.
Ada persamaan derajat, hak dan kewajiban masing – masing pihak yang mengikatkan diri dalam kerja sama.

TERBUKA DAN ADIL

“KETERBUKAAN DAN KEADILAN”


A. Pengertian
Keterbukaan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia yaitu kata keterbukaan berasal dari kata “buka” yang berarti keadaan terbuka. Terkait dengan kehidupan berbangsa dan bernegara makna keterbukaan berarti bagaimana suatu negara mempunyai batas – batas territorial dan kedaulatan tidak akan berdaya untuk menepis masuknya informasi, komunikasi dan transportasi yang dilakukan oleh masyarakat diluar perbatasan. Dunia seakan tanpa batas, sehingga kita mudah mengetahui apa yang terjadi dengan negara lain disegala bidang.

B. Ciri Era Keterbukaan.
1. Pesatnya perkembangan informasi dan telekomunikasi serta transportasi.
a.Pesatnya perkembangan informasi dan telekomunikasi serta transportasi akan mempengaruhi kebijakan
negara.
b.Terjadinya perubahan sikap dan perilaku masyarakat / bangsa terhadap perkembangan di luar
dirinya sebagai akibat tidak terbendungnya pengaruh dari informasi, telekomunikasi dan transportasi.
2. Batas antar negara menjadi kabur.
a. Masyarakat suatu negara tidak sanggup lagi menegakkan kedaulatan negaranya (secara politik, ekonomi
maupun teknologi) yang sebelumnya dapat dilakukan oleh negara yang mempunyai diplomatik.
b. Adanya kebutuhan dalam negara tersebut untuk menerima dan memanfaatkan baik politik, ekonomi atau
teknologi secara terpaksa atau tidak terpaksa demi terpenuhinya kepentingan warga masyarakat itu sendiri.

Era keterbukaan mempunyai dua wajah ganda, diantaranya:

Era keterbukaan bisa menjadi ancaman. Hal ini dikarenakan bisa membawa pengaruh – pengaruh dan kekuatan negatif yang berbahaya bagi keutuhan dan kelangsungan hidup bangsa.
Era keterbukaan bisa menjadi tantangan. Hal ini dikarenakan bisa membawa pengaruh positif demi kemajuan bangsanya. Maka dari itu setiap bangsa harus mampu menyediakan perangkat yang jitu agar era keterbukaan dapat membawa manfaat yang maksimal bagi warga negaranya, artinya dapat menjawab tantangan dan peluang yang ditawarkan oleh era keterbukaan.

C.Peraturan Perundangan yang memuat jaminan keadilan.
1. UUD 1945
a. Pasal 27 : bidang hukum dan pemerintahan.
b. Pasal 28 : bidang politik.
c. Pasal 28a – 28j : bidang HAM.
d. Pasal 29 : bidang keagamaan.
e. Pasal 30 : bidang pertahanan negara.
f. Pasal 31 dan 32 : bidang pendidikan dan kebudayaan.
g. Pasal 33 dan 34 : bidang kesejahteraan sosial.
2. Undang – Undang.
a. UU No 8 tahun 1981 : Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana (KUHP).
b. UU No 14 tahun 1985 : MA.
c. UU No 5 tahun 1998 : Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang
kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia.
d. UU No 9 tahun 1998 : Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
e. UU No 35 tahun 1999 : Kekuasaan kehakiman.
f. UU No 39 tahun 1999 : HAM.
g. UU No 26 tahun 2000 : Pengadilan HAM.
h. UU No 31 tahun 2002 : Partai politik.
i. UU No 3 tahun 2003 : Pertahanan negara.
j. UU No 20 tahun 2003 : Sistem pendidikan nasional.

Sikap yang harus dimiliki oleh aparat penegak hukum dalam menegakkan keterbukaan dan jaminan keadilan.
1. Transparansi.
2. Akuntabilitas.
3. Profesionalisme.

D.Pengertian pemerintah, pemerintahan, kepemerintahan dan kepemerintahan yang baik.
1. Pemerintah (Government) : lembaga/orang yang bertugas mengatur dan memajukan negara dengan
rakyatnya. Dibedakan menjadi 2:
a. Pemerintah dalam arti luas : pemerintah yang berdaulat sebagai gabungan semua badan atau lembaga
kenegaraan yang berkuasa dan memerintah disuatu negara yang meliputi ekskutif,
legislatif dan yudikatif.
b. Pemerintah dalam arti sempit : pemerintah yang berdaulat sebagai badan/lembaga yang mempunyai
wewenang melaksanakan kebijakan negara (ekskutif) yang terdiri dari presiden,
wakil presiden dan menteri.
2. Pemerintahan (Governing) : hal, cara hasil kerja memerintah, mengatur negara dengan rakyatnya.
3. Kepemerintahan (Governance) : tindakan, fakta, pola dari kegiatan atau penyelenggaraan pemerintahan.
Aktor dalam kepemerintahan yaitu:
a. Negara dan pemerintahan, terdiri dari lembaga politik dan sektor publik.
Perannya adalah di bidang hukum, pelayanan publik, desentralisasi, transparansi, pemberdayaan
masyarakat, penciptaan pasar yang kompetitif, pembangunan lingkungan yang kondusif disektor lokal,
nasional dan internasional.
b.Sektor swasta, terdiri dari perusahaan swasta yang aktif dalam sistem pasar seperti industri, perdagangan,
perbankan dan koperasi sektor informal. Perannya adalah peningkatan produktivitas, penyerapan tenaga
kerja, mengembangkan sumber penerimaan negara, investasi, pertumbuhan ekonomi nasional.
c. Masyarakat madani, yaitu kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik dan ekonomi.
4. Kepemerintahan yang baik (Good Governance).
Aspek – aspeknya:
a. Hukum/kebijakan, aspek yang ditujukan pada perlindungan kebebasan.
b. Kompetensi dan transparansi pemerintah, kemampuan membuat perencanaan dan melakukan implementasi
secara efisien dan kemampuan melakukan penyederhanaan organisasi, penciptaan disiplin dan model
administratif, keterbukaan informasi.
c. Desentralisasi.
d. Penciptaan pasar yang kompetitif.

Kepemerintahan yang transparan adalah jika dalam penyelenggaraan kepemerintahannya terdapat kebebasan aliran informasi dalam berbagai proses kelembagaan sehingga mudah diakses oleh mereka yang membutuhkan. Berbagai informasi telah disediakan secara memadai dan mudah dimengerti sehingga dapat digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi.

E. Akibat pemerintahan yang tidak transparan.
1. Berkembangnya KKN.
a. Korupsi : penyelewengan dan penggelapan terhadap uang negara/perusahaan untuk kepentingan pribadi.
b. Kolusi : kerja sama secara rahasia untuk maksud yang tidak terpuji atau persekongkolan antara
pengusaha dengan pejabat, dll.
c. Nepotisme : kecenderungan untuk mengutamakan atau menguntungkan sanak saudara sendiri terutama
jabatan atau pangkat. Dengan kata lain suatu tindakan untuk memilih kerabat atau sanak saudara sendiri
atau teman – teman terdekatnya untuk memegang atau menguasai suatu instansi atau jabatan.
2. Pemerintahan menjadi otoriter dan diktator.
3. Pembangunan tidak merata dan keadilan tidak tercapai.

Jumat, 14 Desember 2007

LETS SHARING.......

"HARUSKAH MATA PELAJARAN KEWARGANEGARAAN ADA?????"
Mari buat pengunjung bloger ini kita memberikan opini, saran, kritisan yang itu semua berasal dari pribadi anda yang paling dalam. Dan saya mengundang anda untuk mengekspresikan segala uneg - uneg anda di media ini dengan topik yang cukup menarik yaitu "Haruskah Mata Pelajaran Kewarganegaraan Ada????"
Hal ini mengingat banyak kalangan siswa yang menganggap mapel ini sebagai pelengkap belaka dan cenderung meremehkan yang dipertegas dengan fakta nilai setiap mapel kewarganegaraan selalu baikkk (always). Tapi ada segolongan yang lebih ekstrim mengatakan kewarganegaraan tak mempunyai arti penting dalam dunia pendidikan karena substansinya hanya baik dan buruk, boleh dan tidak boleh. Yang itu semua bisa dipelajari setiap orang tanpa harus mengenyam sekolah, karena bisa dipelajari secara otodidak. Endingnya bagi mereka kewarganegaraan kalo perlu diytiadakan. Itu pandangan negatif dari banyak kelompok, lalu segi positifnya dimana?? Nah yang perlu kita kritisi mengenai fenomena seperti tersebut di atas. Aku tunggu partisipasimu......
Ini hanya sebatas opini yang mungkin tak berdasar, maka isi diluar tanggung jawab bloger. Harapan kami bagaimana meluruskan dari apa yang telah menyimpang......OK! Are you ready for your opini?You try, please!!!!!!

PERLU ANDA TAHU!!!

"DASAR SEBELUM MENYELAMI KEWARGANEGARAAN"

BAB I
PENDAHULUAN



A. RASIONAL

Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hakikat negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan modern. Negara kebangsaan modern adalah negara yang pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan--atau nasionalisme--yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama di bawah satu negara yang sama walaupun warga masyarakat tersebut berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongannya. [Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1998].

Komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan pada Pancasila dan Konstitusi Negara Indonesia perlu ditularkan secara terus menerus untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara historis, negara Indonesia telah diciptakan sebagai Negara Kesatuan dengan bentuk Republik.

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. [Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945]

Dalam perkembangannya sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sampai dengan penghujung abad ke-20, rakyat Indonesia telah mengalami berbagai peristiwa yang mengancam persatuannya. Untuk itulah pemahaman yang mendalam dan komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan pada Pancasila dan Konstitusi Negara Indonesia perlu ditanamkan kepada seluruh komponen bangsa Indonesia, khususnya generasi muda sebagai penerus bangsa.

Indonesia di masa depan diharapkan tidak akan mengulang lagi sistem pemerintahan otoriter yang membungkam hak-hak warga negara untuk menjalankan prinsip demokrasi dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Kehidupan yang demokratis di dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, pemerintahan, dan organisasi-organisasi non-pemerintahan perlu dikenal, dimulai, diinternalisasi, dan diterapkan demi kejayaan bangsa dan negara Indonesia.

Demokrasi dalam suatu negara hanya akan tumbuh subur apabila dijaga oleh warga negara yang demokratis. Warga negara yang demokratis bukan hanya dapat menikmati hak kebebasan individu, tetapi juga harus memikul tanggung jawab secara bersama-sama dengan orang lain untuk membentuk masa depan yang cerah.

Sesungguhnya, kehidupan yang demokratis adalah cita-cita yang dicerminkan dan diamanatkan oleh para pendiri bangsa dan negara ketika mereka pertama kali membahas dan merumuskan Pancasila dan UUD 1945.

Berkenaan dengan hal-hal yang diuraikan di atas, sekolah memiliki peranan dan tanggung jawab yang sangat penting dalam mempersiapkan warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan adalah menyelenggarakan program pendidikan yang memberikan berbagai kemampuan sebagai seorang warga negara melalui mata pelajaran Kewarganegaraan (Citizenship).

Keluarga, tokoh-tokoh keagamaan dan kemasyarakatan, media masa, dan lembaga-lembaga lainnya dapat bekerjasama dan memberikan kontribusi yang kondusif terhadap tanggung jawab sekolah tersebut.


B. PENGERTIAN
Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

C. TUJUAN DAN FUNGSI

Kewarganegaraan di SMA dan MA mempunyai tujuan dan fungsi berikut ini.

1. Tujuan
Tujuan mata pelajaran Kewarganegaraan adalah untuk memberikan kompetensi-kompetensi sebagai berikut (1) berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan,
(2) berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,
(3) berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
(4) berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

2. Fungsi
Mata pelajaran Kewarganegaraan berfungsi sebagai wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.

D. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup mata pelajaran Kewarganegaraan dikelompokkan ke dalam komponen rumpun bahan pelajaran dan sub komponen rumpun bahan pelajaran sebagai berikut:
a. ASPEK
b. SUB ASPEK
c. SISTEM BERBANGSA DAN BERNEGARA

1. Persatuan bangsa dan negara
2. Nilai dan norma ( agama, kesusilaan, kesopanan dan hukum )
3. Hak Asasi Manusia
4. Kebutuhan hidup warga negara
5. Kekuasaan dan politik
6. Masyarakat demokratis
7. Pancasila dan konstitusi negara
8. Globalisasi


E. STANDAR KOMPETENSI LINTAS KURIKULUM

Standar Kompetensi Lintas Kurikulum merupakan kecakapan untuk hidup dan belajar sepanjang hayat yang dibakukan dan harus dicapai oleh peserta didik melalui pengalaman belajar.

Standar Kompetensi Lintas Kurikulum ini meliputi:
1. Memiliki keyakinan, menyadari serta menjalankan hak dan kewajiban, saling menghargai dan memberi rasa aman, sesuai dengan agama yang dianutnya
2. Menggunakan bahasa untuk memahami, mengembangkan, dan mengkomunikasikan gagasan dan informasi, serta untuk berinteraksi dengan orang lain.
3. Memilih, memadukan, dan menerapkan konsep-konsep, teknik-teknik, pola, struktur, dan hubungan.
4. Memilih, mencari, dan menerapkan teknologi dan informasi yang diperlukan dari berbagai sumber.
5. Memahami dan menghargai lingkungan fisik, makhluk hidup, dan teknologi, dan menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai untuk mengambil keputusan yang tepat.
6. Berpartisipasi, berinteraksi, dan berkontribusi aktif dalam masyarakat dan budaya global berdasarkan pemahaman konteks budaya, geografis, dan historis.
7. Berkreasi dan menghargai karya artistik, budaya, dan intelektual serta menerapkan nilai-nilai luhur untuk meningkatkan kematangan pribadi menuju masyarakat beradab.
8. Berpikir logis, kritis, dan lateral dengan memperhitungkan potensi dan peluang untuk menghadapi berbagai kemungkinan.
9. Menunjukkan motivasi dalam belajar, percaya diri, bekerja mandiri, dan bekerja sama dengan orang lain.


F. STANDAR KOMPETENSI BAHAN KAJIAN ILMU-ILMU SOSIAL DAN KEWARGANEGARAAN

1. Kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang sistem sosial dan budaya dan menerapkannya untuk:
a. Mengembangkan sikap kritis dalam situasi sosial yang timbul sebagai akibat perbedaan yang ada di masyarakat.
b. Menentukan sikap terhadap proses perkembangan dan perubahan sosial budaya.
c. Menghargai keanekaragaman sosial budaya dalam masyarakat multikultur.

2. Kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang manusia, tempat, dan lingkungan dan menerapkannya untuk:
a. Menganalisis proses kejadian, interaksi, dan saling ketergantungan antara gejala alam dan kehidupan di muka bumi dalam dimensi ruang dan waktu.
b. Terampil dalam memperoleh, mengolah, dan menyajikan informasi geografis.

3. Kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang perilaku ekonomi dan kesejahteraan dan menerapkannya untuk:
a. Berperilaku yang rasional dan manusiawi dalam memanfaatkan sumber daya ekonomi.
b. Menumbuhkan jiwa, sikap, dan perilaku kewirausahaan.
c. Menganalisis sistem informasi keuangan lembaga-lembaga ekonomi.
d. Terampil dalam praktik usaha ekonomi sendiri.

4. Kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang waktu, keberlanjutan, dan perubahan dan menerapkannya untuk:
a. Menganalisis keterkaitan antara manusia, waktu, tempat, dan kejadian.
b. Merekonstruksi masa lalu, memaknai masa kini, dan memprediksi masa depan.
c. Menghargai berbagai perbedaan serta keragaman sosial, kultural, agama, etnis, dan politik dalam masyarakat dari pengalaman belajar peristiwa sejarah.

5. Kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang sistem berbangsa dan bernegara dan menerapkannya untuk:
a. Mewujudkan persatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
b. Membiasakan untuk mematuhi norma, menegakkan hukum, dan menjalankan peraturan.
c. Berpartisipasi dalam mewujudkan masyarakat dan pemerintahan yang demokratis, menjunjung tinggi, melaksanakan, dan menghargai HAM.


G. STANDAR KOMPETENSI MATA PELAJARAN KEWARGANEGARAAN SMA DAN MA
1. Kelas X
Kemampuan membiasakan untuk mencari, menyerap, menyampaikan, dan menggunakan informasi tentang hakikat bangsa dan negara; nilai dan norma (agama, kesusilaan, kesopanan dan hukum ); penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan implikasinya; masyarakat politik; prinsip-prinsip demokrasi; dan hubungan dasar negara dengan konstitusi.
2. Kelas XI
Kemampuan membiasakan untuk mencari, menyerap, menyampaikan, dan menggunakan informasi tentang prestasi diri; keterbukaan dan jaminan keadilan; sistem politik; hubungan internasional; sistem hukum internasional dan pengadilan internasional; serta Pancasila dan Undang –Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945.
3. Kelas XII
Kemampuan membiasakan untuk mencari, menyerap, menyampaikan dan menggunakan informasi tentang sistem pemerintahan; peranan pers dalam kehidupan masyarakat demokratis; dan pengaruh globalisasi terhadap bangsa dan negara Indonesia.

H. RAMBU-RAMBU

1. Pendekatan Pembelajaran dan Penilaian

a. Pembelajaran


Pembelajaran dalam mata pelajaran Kewarganegaraan merupakan proses dan upaya dengan menggunakan pendekatan belajar kontekstual untuk mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan, keterampilan, dan karakter warga negara Indonesia. Pendekatan belajar kontekstual dapat diwujudkan antara lain dengan metode-metode: (1) kooperatif, (2) penemuan, (3) inkuiri, (4) interaktif, (5) eksploratif, (6) berpikir kritis, dan (7) pemecahan masalah.

Metode-metode pembelajaran tersebut dapat dilaksanakan secara bervariasi di dalam atau di luar kelas dengan memperhatikan ketersediaan sumber-sumber belajar. Guru dengan persetujuan kepala sekolah selain dapat membawa siswa menemui tokoh masyarakat dan pejabat setempat, juga dapat mengundang tokoh masyarakat dan pejabat setempat ke sekolah untuk memberikan informasi yang relevan dengan materi yang di bahas dalam kegiatan pembelajaran.

b. Penilaian


Penilaian dalam mata pelajaran Kewarganegaraan diarahkan untuk mengukur pencapaian indikator hasil belajar. Penilaian dapat menggunakan model penilaian berdasarkan perbuatan (performance-based assessment) atau juga dikenal dengan penilaian otentik (authentic assessment).

Penilaian perbuatan atau otentik dapat menggunakan campuran beberapa teknik berikut ini: (1) Catatan kegiatan, (2) Catatan anekdot, (3) Skala sikap, (4) Catatan tindakan, (5) Koleksi pekerjaan, (6) Tugas individu, (7) Tugas kelompok atau kelas, (8) Diskusi, (9) Wawancara, (10) Catatan pengamatan, (11) Peta perilaku, (12) Portofolio, (13) Kuesioner, (14) Pengukuran sosiometrik, (15) Tes buatan guru, (16) Tes standar prestasi, dan (17) Tes standar psikologi


2. Praktek Belajar Kewarganegaraan


Praktik Belajar Kewarganegaraan (PBK) adalah suatu inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami teori kewarganegaraan melalui pengalaman belajar praktik-empirik. Dengan adanya praktik, siswa diberikan latihan untuk belajar secara kontekstual.

PBK untuk TK, Kelas I, II, dan III dilakukan dengan penyelenggaraan permainan dan simulasi yang menarik, merangsang proses berpikir, membiasakan untuk bersikap dan berbuat sesuatu yang baik, dan mengembangkan sikap positif terhadap lingkungannya.

PBK untuk Kelas IV, V, dan VI dilakukan dengan membuat karangan, menganalisis suatu isu atau kasus yang dikutip oleh guru dari koran dan majalah, dan membuat laporan tertulis tentang suatu kegiatan atau peristiwa.

PBK untuk Kelas VII, VIII, dan IX dilakukan dengan: (1) mengidentifikasi masalah, (2) mengumpulkan dan mengevaluasi informasi berkaitan dengan masalah, (3) menguji dan mengevaluasi pemecahan masalah, (4) memilih atau mengembangkan alternatif pemecahan masalah yang direkomendasikan, (5) mengembangkan rencana tindakan, dan (6) mengevaluasi pelaksanaan tindakan.

PBK untuk Kelas X, XI, XII SMA dan MA dilakukan dengan mengaplikasikan metode-metode ilmiah (the application of the scientific methods) seperti metode pemecahan masalah (problem solving method) dan metode inkuiri (inquiry method).

Langkah-langkah metode pemecahan masalah yaitu sebagai berikut: (1) merumuskan masalah, (2) membuat kerangka untuk pemecahan masalah, (3) menentukan sumber data, (4) mencari data, (5) menaksir kelayakan data, (6) memilah dan memasukan data ke dalam kerangka, (7) meringkas dan melakukan verifikasi data, (9) mengamati hubungan antar data, (10) menafsirkan data, (11) menyimpulkan hasil penafsiran, dan (12) mengkomunikasikan hasil pemecahan masalah.

Langkah-langkah metode inkuiri yaitu sebagai berikut: (1) membuat fokus untuk inkuiri, (2) menyajikan masalah, (3) merumuskan kemungkinan penyelesaian, (4) mengumpulkan data, (5) menilai penyelesaian yang diajukan, dan (6) merumuskan kesimpulan.

Hasil akhir dari Praktik Belajar Kewarganegaraan adalah portofolio (portfolio) hasil belajar yang berupa rencana dan tindakan nyata yang ditayangkan oleh setiap individu atau kelompok dan dinilai secara periodik melalui suatu kompetisi interaktif-argumentatif pada tingkat kelas, sekolah, daerah setempat, dan nasional. Peserta didik kemudian diberikan sertifikat keberhasilan dalam mengikuti kegiatan praktik tersebut

3. Pemanfaatan Teknologi Komunikasi dan Informasi


Dalam pembelajaran Kewarganegaraan dapat menggunakan berbagai media yang mempunyai potensi untuk menambah wawasan dan konteks belajar serta meningkatkan hasil belajar. Slide, film, radio, televisi, dan komputer yang dilengkapi CD-ROM dan hubungan internet dapat dimanfaatkan untuk mengakses berbagai informasi tentang isu-isu internasional dan aktivitas kewarganegaraan di negara-negara lain.

4. Pengembangan Silabus


Dokumen ini merupakan standar nasional mata pelajaran Kewarganegaraan yang masih perlu dijabarkan lebih lanjut menjadi silabus. Cara penjabaran dan bentuk dari silabus diserahkan kepada masing-masing penyusun. Oleh karena itu, silabus akan berbeda-beda antara satu daerah atau sekolah dengan daerah atau sekolah yang lainnya.

Sebagai bahan acuan, silabus menguraikan secara komprehensif sebagai berikut: (1). Kelas, (2) semester, (3) kompetensi dasar, (4) Indikator (5) Materi pokok (6) langkah pembelajaran (7) alokasi waktu, (8) sumber belajar , dan (9) penilaian.

Kurikulum berbasis kompetensi dapat diversifikasikan atau diperluas, diperdalam dan disesuaikan dengan keberagaman kondisi siswa maupun yang menyangkut potensi lingkungan.






BAB II
KOMPETENSI DASAR, INDIKATOR, DAN MATERI POKOK


Kelas : X

Standar Kompetensi : 1. Kemampuan membiasakan untuk mencari, menyerap, menyampaikan, dan menggunakan informasi tentang hakikat bangsa dan negara; nilai dan norma (agama, kesusilaan, kesopanan, dan hukum); penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan implikasinya; masyarakat politik; prinsip-prinsip demokrasi; dan hubungan dasar negara dengan konstitusi.

Kompetensi Dasar
Indikator
Materi Pokok
1.1 Kemampuan untuk menganalisis hakikat bangsa dan negara
· Mendeskripsikan kedudukan manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial
· Menganalisis pengertian dan unsur terbentuknya bangsa
· Menganalisis pengertian dan terjadinya negara
· Menguraikan fungsi dan tujuan negara
- Hakikat bangsa dan negara
· Menyimpulkan pentingnya pengakuan suatu negara oleh negara lain
· Menunjukkan alasan suatu negara mengakui keberadaan negara lain
· Menunjukkan semangat kebangsaan (nasionalisme dan patriotisme)
· Menerapkan semangat kebangsaan

1.2 Kemampuan menganalisis dan menerapkan nilai dan
norma (agama, kesusilaan, kesopanan, dan hukum)
· Mendeskripsikan pengertian dan macam-macam nilai
· Mendeskripsikan pengertian dan macam-macam norma serta sanksinya
· Menyimpulkan hubungan nilai dengan norma
· Merumuskan nilai sebagai sumber norma
· Mendeskripsikan pengertian dan penggolongan hukum
· Menunjukkan sikap positif terhadap hukum (sadar hukum)
· Mengidentifikasi perbuatan-perbuatan yang sesuai dan bertentangan dengan hukum
· Menerapkan nilai dan macam –macam norma di lingkungan sekolah dan masyarakat

- Nilai, macam-macam norma dan sanksinya

Kompetensi Dasar
Indikator
Materi Pokok

1.3 Kemampuan menganalisis penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan implikasinya
· Menganalisis pengertian dan macam–macam HAM
· Mengidentifikasi hambatan dan tantangan dalam penegakan HAM di Indonesia
· Mengidentifikasi pelanggaran dan proses peradilan HAM internasional
- Penegakan Hak Asasi Manusia dan implikasinya
· Memprediksi konsekuensi jika suatu negara tidak menegakkan HAM
· Menganalisis sanksi internasional atas pelanggaran HAM
· Mendemonstrasikan proses penegakan HAM di Indonesia
· Berpartisipasi terhadap penegakan HAM dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara


1.4 Kemampuan menganalisis masyarakat politik
· Mendeskripsikan keberadaan manusia sebagai insan politik
· Mengidentifikasikan ciri-ciri masyarakat politik
- Masyarakat politik

· Mendeskripsikan dinamika politik Indonesia
· Menganalisis cara-cara berpolitik yang berkembang dalam masyarakat
· Mendemonstrasikan perilaku politik sesuai aturan
· Terampil melakukan komunikasi politik


1.5 Kemampuan mengapresiasi prinsip-prinsip demokrasi
· Menganalisis proses demokratisasi menuju masyarakat madani (civil society )
· Menguraikan prinsip-prinsip demokrasi yang berlaku secara universal
· Menganalisis keterkaitan prinsip-prinsip demokrasi dengan prinsip-prinsip demokrasi Pancasila
· Membandingkan pelaksanaan demokrasi di Indonesia sejak masa orde lama, orde baru, dan reformasi
- Prinsip-prinsip demokrasi
· Mendemonstrasikan prinsip-prinsip demokrasi dalam pelaksanaan pemilihan umum.
· Menunjukkan perilaku yang mendukung terhadap tegaknya prinsip-prinsip demokrasi


Kompetensi Dasar
Indikator
Materi Pokok

1.6 Kemampuan menganalisis hubungan dasar negara dengan konstitusi
· Mendeskripsikan keterkaitan dasar negara dengan konstitusi
· Menganalisis substansi konstitusi negara
· Membandingkan hubungan dasar negara dengan konstitusi pada negara RI dengan negara liberal dan negara komunis
- Hubungan dasar negara dengan konstitusi

· Menganalisis kedudukan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945



Kelas : XI

Standar Kompetensi : 1. Kemampuan membiasakan untuk mencari, menyerap, menyampaikan, dan menggunakan informasi tentang prestasi diri; keterbukaan dan jaminan keadilan; sistem politik; hubungan internasional; sistem hukum internasional dan pengadilan internasional; serta Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945.

Kompetensi Dasar
Indikator
Materi Pokok
1.1 Kemampuan menunjukkan prestasi diri
· Mengidentifikasi potensi diri
· Menganalisis berbagai upaya untuk dapat berprestasi dalam berbagai bidang kehidupan
· Mengidentifikasi peluang untuk mewujudkan prestasi
· Menunjukkan sikap positif terhadap setiap peluang untuk berprestasi
· Menunjukkan kesiapan untuk berkompetisi secara sehat dengan orang lain
· Menunjukkan semangat berprestasi
· Berpartisipasi dalam berbagai aktivitas

Prestasi diri



1.2 Kemampuan menganalisis keterbukaan dan jaminan keadilan
· Menganalisis makna keterbukaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
· Menguraikan pentingnya keterbukaan dan jaminan keadilan untuk memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa
· Menyimpulkan akibat dari penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan
Keterbukaan dan jaminan keadilan

· Mengapresiasi sikap terbuka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
· Menunjukkan perilaku positif terhadap upaya peningkatan jaminan keadilan

Berpartisipasi dalam upaya peningkatan jaminan keadilan

1.3 Kemampuan menganalisis dan merespon sistem politik
· Mendeskripsikan macam-macam sistem politik
· Menganalisis sistem politik demokrasi Pancasila
· Menerima adanya perbedaan sistem politik
· Menunjukkan sikap positif terhadap pengembangan demokrasi di Indonesia
· Mengapresiasi sistem politik demokrasi Pancasila
· Menunjukkan partisipasi politik yang sesuai dengan aturan
· Mendemonstrasikan pelaksanaan demokrasi Pancasila dalam pengambilan keputusan


Sistem politik

Kompetensi Dasar
Indikator
Materi Pokok
1.4 Kemampuan menganalisis hubungan
internasional
· Menganalisis perlunya kerjasama internasional
· Mengidentifikasikan tahap – tahap perjanjian internasional
· Menganalisis kebijakan politik luar negeri Indonesia
· Mendeskripsikan tujuan, fungsi dan peranan PBB
· Menunjukkan sikap positif terhadap kerjasama dan perjanjian internasional
· Mendukung kerjasama dan perjanjian internasional yang bermanfaat bagi Indonesia

Hubungan internasional


1.5 Kemampuan menganalisis Sistem Hukum Internasional dan Pengadilan Internasional
· Menganalisis makna, asas dan sumber hukum internasional
· Menggambarkan proses ratifikasi hukum internasional menjadi hukum nasional
· Mengidentifikasi penyebab timbulnya sengketa internasional
Sistem Hukum Internasional dan
Pengadilan Internasional


· Mengapresiasi peranan Mahkamah Internasional dalam menyelesaikan sengketa internasional
· Mendukung keputusan Mahkamah Internasional dalam menyelesaikan sengketa internasional


· Menerapkan prinsip hidup berdampingan secara damai berdasarkan persamaan derajat
· Menggambarkan prosedur penyelesaian sengketa internasional melalui Mahkamah Internasional


1.6 Kemampuan menganalisis dan menerapkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
· Mendeskripsikan makna Pancasila sebagai ideologi terbuka
· Menganalisis Pancasila sebagai sumber nilai
· Mendeskripsikan Pancasila sebagai paradigma pembangunan
· Menunjukkan sikap positif terhadap nilai-nilai Pancasila
· Menguraikan tahap-tahap amandemen Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945.
· Menunjukkan perilaku konstitusional dalam hidup berbangsa dan bernegara

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945





Kelas : XII

Standar Kompetensi : 1. Kemampuan membiasakan untuk mencari, menyerap, menyampaikan dan menggunakan informasi tentang sistem pemerintahan; peranan pers dalam kehidupan masyarakat demokratis; dan pengaruh globalisasi terhadap bangsa dan negara Indonesia.


Kompetensi Dasar
Indikator
Materi Pokok



1.1 Kemampuan mengevaluasi sistem pemerintahan
· Mengklasifikasi sistem pemerintahan presidensial dan parlementer di berbagai negara
· Menganalisis pengaruh sistem pemerintahan satu negara terhadap negara-negara lain
Sistem pemerintahan

· Mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan pelaksanaan sistem pemerintahan negara RI
· Menentukan sikap terhadap pelaksanaan sistem pemerintahan yang berlaku di Indonesia





1.2 Kemampuan menganalisis peranan pers dalam kehidupan masyarakat demokratis
· Mendeskripsikan perkembangan pers di Indonesia
· Menguraikan fungsi pers dalam masyarakat yang demokratis
· Mendeskripsikan kode etik jurnalistik dan pers yang bebas dan bertangungjawab
Peranan pers dalam kehidupan masyarakat demokratis

· Menentukan sikap terhadap upaya pemerintah dalam mengendalikan kebebasan pers
· Menunjukkan dampak penyalahgunaan kebebasan media massa


· Menulis suatu berita aktual untuk dipublikasikan
· Memanfaatkan media massa dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan fungsinya





Kompetensi Dasar
Indikator
Materi Pokok



1.3 Kemampuan mengevaluasi pengaruh globalisasi terhadap bangsa dan negara Indonesia
· Menguraikan proses globalisasi
· Mendeskripsikan pengaruh globalisasi terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara
· Mengidentifikasi aspek-aspek positif dan negatif dari globalisasi
Globalisasi

· Menunjukkan sikap selektif terhadap pengaruh globalisasi
· Menentukan posisi terhadap implikasi globalisasi


· Meresensi tulisan tentang pengaruh globalisasi dalam kehidupan
· Mempresentasikan resensi tulisan tentang pengaruh globalisasi




































Kamis, 06 Desember 2007

PROSES PEMBUATAN UNDANG - UNDANG

"PROSES PEMBUATAN UNDANG - UNDANG"
I. TOPIK PERMASALAHAN:
A. Bagaimana Lahirnya Undang-undang
B. Perencanaan
C. Siapa yang Mengusulkan Rancangan Undang-undang?
D. Prosedur Pengusulan
E. Tingkat Pembahasan dan Persetujuan
II. PEMBAHASAN
A. Bagaimana Lahirnya Undang-undang?
Proses pembuatan undang-undang adalah rentetan kejadian yang bermula dari perencanaan, pengusulan, pembahasan, dan pengesahan. Semua proses tersebut dilakukan oleh para aktor, yang dalam sistem demokrasi modern disebut eksekutif (Presiden beserta jajaran kementriannya) dan legislatif (DPR). Tentang bagaimana DPR itu, kewenangan serta strukturnya telah dibahas pada bab terdahulu. Yang akan dibahas pada bagian ini adalah bagaimana proses pembentukan sebuah undang-undang.
B. Perencanaan.
Kita tentu bertanya dasar apa yang digunakan oleh DPR dan presiden untuk menentukan Rancangan Undang-undang (RUU) apa saja yang akan dibahas pada suatu periode tertentu. Sejak tahun 2000, DPR dan pemerintah telah menuangkan indikator program mereka dalam apa yang disebut dengan Program Pembangunan Nasional (Undang-undang N0. 25 tahun 2000). Di dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) itu terdapat indikator pembangunan bidang hukum, salah satu indikatornya adalah ditetapkannya sekitar 120 butir peraturan perundang-undangan. Dari butir-butir Propenas tersebut disusun apa yang disebut dengan Program Legislasi Nasional (Prolegnas), di mana di dalamnnya terdapat kurang lebih 200 undang-undang yang rencananya akan diselesaikan dalam lima tahun. Kemudian dari Prolegnas dibuat prioritas tahunan RUU yang akan dibahas oleh pemerintah dan DPR, yang disebut Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta).

Prolegnas sendiri disusun melalui koordinasi antara DPR yang diwakili Badan Legislasi dan pemerintah yang diwakili oleh Bappenas. Kemudian proses pembahasannya sama dengan proses pembahasan undang-undang, hanya saja melibatkan seluruh perwakilan komisi yang ada di DPR.

Penyusunan Repeta dilakukan oleh pemerintah (yang diwakili oleh Menteri Kehakiman dan HAM) dan Badan Legislasi setelah mendapatkan masukan dari fraksi dan komisi serta dari Sekretariat Jenderal. Ada beberapa kriteria yang digunakan untuk menyusun daftar RUU yang akan dimasukan dalam Repeta: Pertama adalah yang diperintahkan langsung oleh undang-undang, kedua yang ditetapkan oleh Ketetapan MPR, ketiga yang terkait dengan perekonomian nasional, dan yang keempat yang terkait dengan perlindungan terhadap ekonomi sosial. Untuk merespon atas kondisi sosial yang terjadi di masyarakat, ada batas toleransi 10-20 % untuk membahas RUU di luar yang ditetapkan dalam Repeta. Pengajuan suatu RUU oleh DPR ataupun pemerintah selanjutnya berpedoman pada Repeta yang bersangkutan.

C. Siapa yang Mengusulkan Rancangan Undang-undang?
Sebuah RUU dapat berasal dari DPR (usul inisiatif DPR) atau dari pemerintah. Di dalam DPR sendiri ada beberapa badan yang berhak mengajukan RUU, yaitu komisi, gabungan komisi, gabungan fraksi atau badan legislasi.
Sebelum sampai pada usul inisiatif DPR, ada beberapa badan yang biasanya melakukan proses penyiapan suatu RUU. Sebagai ilustrasi, RUU Komisi Anti Korupsi dipersiapkan oleh Fraksi PPP, sedangkan pada RUU Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (TCP3) dipersiapkan oleh tim asistensi Baleg (Badan Legislasi).

Di samping itu ada beberapa badan lain yang secara fungsional memiliki kewenangan untuk mempersiapkan sebuah RUU yang akan menjadi usul inisiatif DPR. Badan-badan ini adalah Pusat Pengkajian dan Pelayanan Informasi (PPPI) yang bertugas melakukan penelitian atas substansi RUU dan tim perancang sekretariat DPR yang menuangkan hasil penelitian tersebut menjadi sebuah rancangan undang-undang.

Dalam menjalankan fungsi sebagai penggodok RUU, baik Baleg maupun tim ahli dari fraksi memiliki mekanisme sendiri-sendiri. Baleg misalnya, di samping melakukan sendiri penelitian atas beberapa rancangan undang-undang, juga bekerjasama dengan berbagai universitas di beberapa daerah di Indonesia. Untuk satu RUU biasanya Baleg akan meminta tiga universitas untuk melakukan penelitian dan sosialisasi atas hasil penelitian tersebut.

Baleg juga banyak mendapatkan draft RUU dari masyarakat sipil, misalnya RUU tentang Kebebasan Memperoleh Informasi dari ICEL (Indonesian Center for Enviromental Law), RUU tentang Kewarganegaraan dari GANDI (Gerakan Anti Diskriminasi) dan RUU Ketenagakerjaan dari Kopbumi. Bagi masyarakat sipil, pintu masuk suatu usulan mungkin lebih terlihat “netral” bila melalui Baleg ketimbang melalui fraksi, karena terkesan tidak terafiliasi dengan partai apapun.

Sedangkan PPPI yang memiliki 43 orang peneliti, lebih banyak berfungsi membantu pihak Baleg maupun sekretariat guna mempersiapkan sebuah rancangan peraturan perundang-undangan maupun dalam memberikan pandangan atas RUU yang sedang dibahas. Selain itu PPPI sering juga melakukan riset untuk membantu para anggota DPR dalam melakukan tugas mereka, baik itu untuk fungsi legislasi, pengawasan, maupun budgeter.

Pada tingkat fraksi penyusunan sebuah RUU dimulai dari adanya amanat dari mukatamar partai. Kemudian fraksi tersebut membentuk tim pakar yang merancang RUU tersebut berdasarkan masukan masyarakat melalui DPP maupun DPD partai.Sementara itu, pada RUU usulan pemerintah, tata cara perumusannya diatur dalam Keppres 188 tahun 1998. Prosesnya dimulai dengan penyusunan konsep dan naskah akademis yang diikuti oleh permohonan prakarsa yang dilakukan oleh departemen teknis atau lembaga non departemen yang terkait. Setelah mendapatkan persetujuan dari presiden barulah dibentuk panitia perancang RUU. Ada model yang hampir sama dalam setiap pembentukan tim perancang undang-undang ini. Ketuanya adalah menteri dari departemen teknis terkait, kemudian tim intinya terdiri dari pejabat eselon I (setingkat dirjen), pejabat dari instansi lain yang akan terkait dengan substansi RUU, serta tokoh atau akademisi yang dianggap memiliki keahlian di bidang tersebut. Sedangkan tim asistensi biasanya melibatkan banyak masyarakat sipil seperti kalangan LSM. Tim perancang ini kemudian akan merumuskan sekaligus mengonsultasikan rancangan tersebut kepada publik.

DPR maupun pemerintah tidak mengkavling-kavling RUU mana saja yang akan diusulkan oleh pemerintah dan RUU mana yang akan diusulkan oleh DPR. Bisa saja sebuah RUU dikerjakan oleh berbagai pihak, misalnya saja kasus yang pernah terjadi pada paket undang-undang politik. Pada September 2000, pemerintah (Departemen dalam Negeri) telah membentuk tim untuk menyusun paket RUU politik tersebut. RUU tersebut juga telah disosialisasikan ke beberapa daerah di Indonesia. Paralel dengan proses itu, DPR bekerjasama dengan RIDEP juga telah menyusun Paket Undang-undang politik tersebut. Ironisnya pada saat pemerintah mengajukan RUU tersebut ke DPR pada 29 Mei 2002 dengan Amanat Presiden No. R.06/PU/V/2002 (untuk RUU Partai Politik) dan No. R.07/PU/V/2002 (untuk RUU Pemilu) tidak satupun dari dua konsep tersebut yang diajukan. Depdagri malah mengajukan konsep baru yang dibentuk oleh tim yang berbeda.

D. Prosedur Pengusulan

1. Pengusulan RUU dari Pemerintah.
RUU beserta penjelasan/keterangan, dan/atau naskah akademis yang berasal dari Pemerintah disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPR dengan Surat Pengantar Presiden dengan menyebut juga Menteri yang mewakili Pemerintah dalam melakukan pembahasan RUU tersebut.

Dalam Rapat Paripurna berikutnya, setelah RUU diterima oleh Pimpinan DPR, ketua rapat memberitahukan kepada Anggota masuknya RUU tersebut, kemudian membagikannya kepada seluruh Anggota. Pimpinan DPR menyampaikan RUU beserta penjelasan/keterangan, dan/atau naskah akademis dari pengusul kepada media massa dan Kantor Berita Nasional untuk disiarkan kepada masyarakat.RUU yang berasal dari Pemerintah dapat ditarik kembali sebelum pembicaraan Tingkat I berakhir.

2. Pengusulan RUU dari DPR.
Sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang anggota dapat mengajukan usul rancangan undang-undang. Usul RUU dapat juga diajukan oleh Komisi, Gabungan Komisi, atau Badan Legislasi dengan memperhatikan program legislasi nasional. Usul RUU beserta keterangan pengusul disampaikan secara tertulis kepada pimpinan DPR disertai daftar nama dan tanda tangan pengusul serta nama fraksinya.Dalam rapat paripurna berikutnya setelah usul RUU tersebut diterima oleh pimpinan DPR, ketua rapat memberitahukan kepada anggota masuknya usul RUU tersebut, kemudian dibagikan kepada seluruh Anggota. setelah RUU didesiminasikan kepada anggota, rapat paripurna akan mengamanatkan kepada Badan Musyawarah (Bamus) untuk mengagendakan waktu pembahasan untuk menentukan apakah RUU tersebut diterima atau tidak.Pengusul berhak mengajukan perubahan selama usul RUU belum dibicarakan dalam Bamus. Pengusul berhak menarik usulnya kembali, selama usul RUU tersebut belum diputuskan menjadi RUU oleh rapat paripurna. Pemberitahuan tentang perubahan atau penarikan kembali usul, harus ditandatangani oleh semua pengusul dan disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPR, kemudian dibagikan kepada seluruh Anggota.Selanjutnya, rapat paripurna memutuskan apakah usul RUU tersebut secara prinsip dapat diterima menjadi RUU usul DPR atau tidak. Keputusan diambil setelah diberikan kesempatan kepada pengusul untuk memberikan penjelasan dan kepada fraksi untuk memberikan pendapatnya.
Keputusan dapat berupa :
a. persetujuan tanpa perubahan;
b. persetujuan dengan perubahan; atau
c. penolakan

Dari tiga kemungkinan keputusan penerimaan RUU usul DPR, keputusan pertama relatif dapat dimengerti. Namun demikian dapat ditambahkan penjelasan pada dua keputusan lain, sebagai berikut:

- RUU Disetujui dengan PerubahanApabila RUU disetujui dengan perubahan, DPR menugaskan kepada Komisi, Badan Legislasi, atau Panitia Khusus untuk membahas dan menyempurnakan RUU tersebut. Setelah disetujui menjadi RUU usul dari DPR, Pimpinan DPR menyampaikan kepada Presiden dengan permintaan agar Presiden menunjuk Menteri yang akan mewakili Pemerintah dalam melakukan pembahasan RUU tersebut bersama-sama dengan DPR.

- RUU ditolakNah, bagaimana jika RUU ditolak? Pada kenyataannya, apabila suatu RUU ditolak oleh DPR untuk menjadi usul inisiatif, tidak ada pengaturan apakah RUU tersebut dapat diajukan lagi pada masa persidangan tersebut.

E. Tingkat Pembahasan dan Persetujuannya.
a. Pembahasan Tingkat Pertama.
Pembicaraan Tingkat Pertama terjadi dalam arena rapat komisi, gabungan komisi, rapat badan legislasi, rapat panitia anggaran atau rapat panitia khusus bersama-sama dengan pemerintah.

Tatib tidak menjelaskan proses dan kriteria penentuan badan atau alat kelengkapan DPR mana (apakah komisi, gabungan komisi ataukah pansus) yang akan membahas suatu rancangan undang-undang bersama pemerintah. Menurut keterangan Zein Badjeber, proses tersebut dilaksanakan sepenuhnya oleh Bamus.
Bamus juga menetapkan sendiri kriteria penentuan apakah suatu RUU dibahas oleh Komisi, Gabungan Komisi atau Pansus, antara lain berdasarkan pertimbangan:

1. Substansi dari undang-undang.
Apabila substansi undang-undang tersebut merupakan gabungan dari berbagai bidang-bidang yang ada di komisi maka dibentuk Pansus atau gabungan komisi. Sedangkan bila hanya mencakup satu bidang saja maka akan dibahas oleh komisi.

2. Beban kerja masing-masing komisi.
Apabila jadual suatu komisi terlalu padat maka dibentuklah pansus, akan tetapi bila terlalu banyak pansus dan orang habis dalam pansus-pansus maka dibahas di komisi.Dalam pembahasan rancangan, Komisi dibantu oleh Sekretaris Komisi untuk merekam, mencatat dan mendokumentasi persidangan atau data, lain dan mengelola dokumentasi korespondensi (termasuk aspirasi masyarakat) yang berhubungan dengan Komisi tersebut. Permohonan untuk melakukan dengar pendapat dengan Komisi diajukan kepada sekretaris Komisi yang meneruskan kepada rapat pimpinan Komisi untuk mengagendakan rapat. Seharusnya Sekretaris Komisi mengelola dan menyerahkan seluruh dokumentasi kepada Bidang Dokumentasi Sekretariat Jendral DPR yang menyimpan seluruh dokumen kelembagaan. Namun sayangnya seringkali dokumen itu tidak sampai ke Bidang Dokumentasi.
Selanjutanya, penting bagi kita untuk memahami proses pembicaraan tingkat pertama. Ada tiga kegiatan yang ada dalam proses ini, yakni:

1. Pemandangan umum masing-masing fraksi terhadap RUU yang berasal dari Pemerintah, atau tanggapan pemerintah terhadap RUU yang berasal dari DPR. Tatib tidak mewajibkan penyampaian dokumen pemandangan secara tertulis sebelum agenda rapat, tetapi biasanya dokumen tersebut dibagikan pada saat rapat.
2. Jawaban Pemerintah atas pemandangan umum Fraksi atau jawaban pimpinan Komisi, pimpinan Badan Legislasi, pimpinan Panitia Anggaran, atau pimpinan Panitia Khusus atas tanggapan Pemerintah. Tatib tidak mewajibkan penyampaian dokumen pemandangan secara tertulis sebelum agenda rapat seperti halnya di atas. Biasanya dokumen tersebut juga dibagikan pada saat rapat.
3. Pembahasan dan persetujuan bersama atas RUU oleh DPR dan Pemerintah dalam rapat kerja berdasarkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).

b. Pembicaraan Tingkat Dua
Pembicaraan tingkat dua adalah pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna. Dalam rapat, Komisi, pimpinan Badan Legislasi, pimpinan Panitia Anggaran, atau pimpinan Panitia Khusus melaporkan hasil pembicaraan tingkat pertama; lazimnya laporan ini dituangkan secara tertulis dan dibacakan dalam rapat. Jika dipandang perlu (dan lazimnya dilakukan), masing-masing Fraksi melalui anggotanya dapat menyertai catatan sikap Fraksinya.Tidak jelas apakah masing-masing anggota (bukan Fraksinya) dapat menyampaikan catatan sikap mereka, namun tetap ada peluang untuk menyampaikan catatan individual berisikan catatan penting, keberatan dan perbedaan pendapat yang lazim disebut [mijnderheadsnota]. Terakhir, Pemerintah dapat menyampaikan sambutan Persetujuan DPR dituangkan dalam surat keputusan DPR dan disampaikan oleh Pimpinan DPR pada Presiden untuk [disahkan menjadi Undang-undang] dengan tembusan pada Menteri terkait.

Sumber Parlemen.Net aristamasta@yahoo.co.id